BUKAN HANYA IMAN, TAPI KASIH


Oleh: Pdt. Maarjes Sasela

Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. (1 Korintus 13:2)

0004Ketika Lembaga Gereja PGI dan beberapa Sinode yang kemudian disusul oleh beberapa jemaat lokal yang membuat kebijakan untuk mendukung pemerintah dengan tidak mengadakan ibadah dalam kumpulan orang banyak untuk memotong mata rantai penyebaran virus covid-19 yang begitu laju dan tidak pandang bulu. Sontak muncul berbagai tanggapan pro dan kontra di kalangan gereja baik jemaat maupun pendeta. Dalam hiruk pikuk pro-kontra ini muncul pendeta bak pahlawan kesiangan dengan menyampaikan khotbah yang berat sebelah dan seakan-akan hendak menyampaikan berita bahwa “Saya tidak takut karena saya percaya Tuhan, Anda bagaimana?”

Salah satu khotbah yang dianggap kurang bijak oleh seorang pendeta lainnya adalah khotbah yang dismpaikan oleh Pdt. Yakub Nahuway. Beliau dengan penuh keyakinan berkata “Saya juga heran cara Allah bekerja. Sekarang ini gereja melarikan diri dari kenyataan dan tidak menjadi sahabat. Apa maksud saya? Beberapa gereja besar di Jakarta meliburkan jemaat hanya karena virus corona. Mereka menampakkan diri bahwa TUHAN kalah dengan virus. Ketua Sinode pun memberikan WhatsApp, pendeta tidak boleh memegang tangan dengan jemaatnya. Saya baca itu saya kaget, besok saya akan telephon Ketua Sinode, kenapa segitu imanmu? Kau khawatir jangan membagikan kekhawatiran kepada orang lain, kamu takut jangan membagikan ketakutan kepada orang lain.” (https://www.youtube.com/watch?v=DGMUhEsFlAA)

Menyikapi khotbah ini saya hanya mau berkata “Pdt. Yakub Nahuway memiliki iman yang sempurna, tetapi tidak memiliki kasih. Beliau menjadi contoh yang sangat tepat dengan pernyataan Paulus kepada jemaat Korintus, seperti yang sudah saya kutip di atas.

Bagaimana kita dapat menerapkan iman dan kasih dalam konteks saat ini.

Mendengar penjelasan beliau dalam khotbanya itu, justru saya yang sangat kaget, seorang pendeta sekelas Yakub Nahuway berbicara seperti itu. Khotbah yang disampaikannya ini memunculkan banyak tanggapan yang kontra terhadap pernyataan beliau itu. Katakanlah dia memang memiliki iman, boleh dibilang begitu, tetapi sangat disayangkan dia tidak memiliki sentuhan kasih yang cukup. dia lupa atau kurang paham bahwa virus Covid-19 adalah pandemi yang sangat cepat penularannya melalui sentuhan dan tidak pandang bulu..

Ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan menanggapi khotbah ini:

Pertama, gereja melarikan diri dari kenyataan dan tidak menjadi sahabat. Ini adalah kesimpulan yang  dibuat tanpa dipikirkan secara matang, terlalu tergesa-gesa, dan kurang bijak. Gereja menghentikan semua kegiatan ibadah dan dipindahkan ke rumah masing-masing bukan melarikan diri, melainkan karena mendukung pemerintah dan lembaga gereja untuk memotong mata rantai penyebaran virus Corona. Mungkin pak pendeta Yakub lupa kalau dia sedang berbicara di depan kamera yang kemudian akan di upload ke Youtube dan disaksikan oleh jutaan mata. Apa yang terjadi kalau jemaat menangkap informasi yang disampaikan lalu tetap melakukan ibadah secara berjemaat. Kemudian bisahkah Anda bayangkan apa yang terjadi kalau ternyata ada di antara jemaat yang hadir tanpa sadar sedang membawa virus Corona? Bukankah dia akan menjadi pembawa virus yang sangat efektif bagi sidang jemaat yang hadir saat itu? Lalu kemudian jemaat dengan polos akan kembali berjumpa dengan keluarga, lalu bersalaman dan ada yang melakukan cipika-cipiki bukankah mereka sudah membagi virus yang jahat ini kepada sesamanya? Apakah bapak pendeta berpikir akibat yang ditimbulkan dari sebuah khotbah yang disampaikan tanpa memikirkan efeknya terhadap kesehatan jemaat?  Pak pendeta Anda “melawan” pemerintah dan lembaga gereja yang memberikan petunjuk untuk dilaksanakan, Anda sama saja dengan sengaja melanggar firman TUHAN. Firman TUHAN berkata kita harus menghormati pemerintah:

Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya. Sebab jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah? Perbuatlah apa yang baik dan kamu akan beroleh pujian dari padanya. (Roma 13:1-3) Dalam ayat empat dikatakan “Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu (Roma 13:4a). Jadi apa yang dibuat oleh pemerintah saat ini merupakan perpanjangan tangan untuk kebaikan rakyat dan umat TUHAN secara khusus. Itu sebabnya firmn TUHAN berkata; Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya.” Ingat orang yang melawannya akan mendatangkan hukuman atas dirinya. Sadar atau tidak Anda sedang mengajarkan jemaat untuk melawan ketetapan pemerintah. Mengapa pendeta tidak mengajarkan jemaat untuk patuh pada pemerintah? Anda sedang menggiring jemaat untuk menerima hukuman dari TUHAN.

Kedua, beberapa gereja besar yang meliburkan jemaatnya hanya karena virus corona, mereka menampakkan diri bahwa TUHAN kalah dengan virus. Secara teologis pernyataan ini sedang membuktikan bahwa beliau sangat tidak bijak dalam membuat kesimpulan dan tanpa melihat Alkitab secara utuh. Apakah benar  dengan ibadah yang dilakukan di rumah masing-masing, karena suatu kondisi menuntut demikian menunjukkan bahwa TUHAN kalah? Apakah tindakan beribadah di rumah menunjukkan bahwa kita kurang beriman? Jemaat mula-mula melakukan ibadah rumah karena penganiayaan pada masa itu. Apakah ibadah rumah mereka menunjukkan bahwa mereka terlalu takut, khawatir dan kurang beriman? Jemaat mula-mula merasakan hadirat TUHAN dalam ibadah rumah, setelah kondisi aman maka mereka akan berkumpul dalam ibadah bersama. Apa yang terjadi saat ini sifatnya kondisional dan temporal, akan tiba saatnya ketika wabah ini berlalu, kita akan kembali berkumpul bersama untuk memuji dan memuliakan TUHAN dalam kumpulan berjemaat di gedung gereja masing-masing.

Ketiga,” Ketua Sinode pun memberikan WhatsApp, pendeta tidak boleh memegang tangan dengan jemaatnya.” Dengan penuh keyakinan beliau berkata “besok saya akan telphone Ketua Sinode yang mengirim WhatsApp untuk mengatakan “kenapa segitu imanmu? Kau khawatir jangan membagikan kekhawatiran kepada orang lain, kamu takut jangan membagikan ketakutan kepada orang lain.”

Sekali lagi, jika ini dilakukan sama saja dengan memberi diri untuk dipermalukan.  Apakah dengan tidak bersalaman menunjukkan bahwa kita khawatir dan takut? Apakah benar dengan melarang bersalaman kita sedang membagi ketakutan dan kekhawatiran kepada jemaat? Sungguh picik cara menyimpulkan seperti ini. Saat ini, kita tidak lagi bicara soal berani mati atau tidak, khawatir atau tidak. Saat ini lembaga gereja seperti PGI yang memberikan surat kepada gereja merupakan tindakan yang sangat arif dalam upaya memotong jalur penyebaran virus Corona ini. Pendeta Yakub gagal paham disini, dengan tetap bersalaman Anda tidak membagi ketakutan dan kekhawatiran, Anda justru sedang membagi virus. Mari kita lihat apa kata Firman TUHAN berikut ini;  “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. (Matius 10:16) Kata lain dari orang yang cerdik dan tulus adalah bijak. Firman TUHAN berkata: Kalau orang bijak melihat malapetaka, bersembunyilah ia, tetapi orang yang tak berpengalaman berjalan terus, lalu kena celaka. (Amsal 22:3). Bapak pendeta dalam menghadapi situasi ini, sebaiknya ajarkan jemaat untuk bijak dan bukan menebar iman yang buta.

Aplikasi

Alkitab dengan jelas mengatakan; “Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.” (1 Korintus 13:2).

Firman TUHAN ini hendak menegaskan bahwa memiliki karunia untuk bernubuat, mengetahui segala rahasia, memiliki seluruh pengetahuan dan iman yang sempurna, semua menjadi tidak berguna jika kita tidak memiliki kasih. Jika kita memiliki kasih maka dalam kondisi yang sedang terjadi saat ini, kita seharusnya dapat menahan diri, untuk tidak berkumpul, bersalaman apalagi cipika cipiki, karena tindakan itu sangat efektif mendukung penyebaran virus Corona kepada sesama.

Dengan kita menahan diri untuk tidak berkumpul, lalu menjaga jarak satu dengan yang lain (social distancing) maka kita sudah ikut terlibat dalam memotong rantai penyebaran virus Corona dan sudah memberi sumbangan besar bagi keselamatan jiwa sesama kita. Ingat pak pendeta ajarkan kebenaran secara utuh, jangan hanya potongan dan untuk kepentingan popularitas diri sendiri. Sebagai jemaat mari kita bijak menyikapi ajaran yang tampak seperti sangat rohani, tetapi sesungguhnya menyesatkan pikiran kita. TUHAN Yesus memberkatiÿ

Leave a comment